Banner Sumbawa Timur Mining

Hakim Djumyanto dikenal Baik, Tapi Kok Terima Suap?

Djumyanto

DOMPUBICARA-Terjeratnya mantan Ketua Pengadilan Negeri Dompu Djumyanto,SH,MH dikasus suap majelis hakim Jakarta Selatan dalam kasus ekspor minyak goreng terus menjadi bahan gunjingan masyarakat di Kabupaten Dompu. Pasalnya pria kelahiran Sukoharjo 18 Desember 1967 ini dikenal sangat baik dan ramah serta banyak terlibat dalam berbagai kegiatan sosial dimasyarakat dan dalam putusan-putusanya banyak menimbulkan decak kagum.

ABDUL MUIS, DOMPU

Dalam cacatan media ini direntang tahun 2014-2017 putusan yang bisa menjadi yurisprodensi penegak hukum seperti dikasus korupsi kehutanan Dompu NTB atas keyakinanya dia menetapkan seorang saksi menjadi tersangka dan memerintahkan Jaksa Penuntut Umum untuk segera mengajukan tuntutan mengikuti terdakwa lainya. Itulah pertama kali kasus korupsi seorang saksi berubah menjadi tersangka dalam dunia peradilan Indonesia.

Itu pula yang menjadi bahan disertasinya dalam tesis calon doktornya di Universitas 11 Maret (UNS) pada Januari 2025 dengan judul ‘Model Pengaturan Penetapan Tersangka oleh Hakim Pada Tindak Pidana Korupsi Berbasis Hukum Responsif’.  Menurut Djumyanto jika dalam proses persidangan ada kesaksian yang menunjukkan ada tersangka baru yang belum diproses secara hukum, hakim bisa menetapkan saksi sebagai tersangka baru.

Untuk Pidana umum, Djumyanto juga tidak memberikan hukuman maksimal kepada seorang ayah yang membunuh istrinya karena terbakar cemburu. Dalam pertimbanganya, Djumyanto setelah istrinya tewas secara mengenaskan karena dibunuhnya, maka anak-anaknya yang masih kecil akan menderita lahir bathin akibat perbuatan kedua orang tuanya.

Oleh karenanya Djumyanto tidak menjatuhkan vonis secara maksimal, walaupun sangat ditentang oleh keluarga dan saudara korban yang dibunuh tapi Djumyanto punya alasan demi kemanusiaan. Karena kalau diputuskan dengan hukuman maksimal maka nasib ana-anaknya yang akan menjadi generasi penerus tentu sangat memprihatinkan.

Dalam kasus tipiring hakim Djumyanto juga pernah menjatuhkan vonis mengejutkan didalam ruang persidangan di Pengadilan Negeri Kabupaten Dompu NTB. Kala itu disidangkan kasus pengancaman dan perusakan rumah oleh seorang anak kandung kepada ibunya, Djumyanto mengistilahkan perbuatan si anak sama dengan si Maling Kundang anak durhaka.

Atas perbuatanya, kebetulan pelaku adalah anak jalanan yang piawai bernyanyi  maka Djumyanto segera memerintahkan terdakwa untuk beryanyi lagu Iwan Fals yang berjudul IBU. Atas perintah itu terdakwa diberikan sebuah gitar lalu segeralah suara emas sang anak durhaka.

Tetapi ketika syair lagi memasuki bait  ‘Ibuku sayang masih terus berjalan, walau tapak kaki penuh darah, penuh nanah’ terdakwa langsung menangis sejadi-jadinya menyesali atas perbuatanya yang durhaka pada ibunya. Menurut Djumyanto perintah bernyanyi tidak diatur dalam KUHAP hanya saja untuk menggugah perasaan terdakwa agar sadar atas perlakukanya.

Cerita dan sepak terjang Djumyanto kini sudah selesai menyusul ditahan dan menjadi tersangka dalam kasus suap majelis hakim sekitar Rp 60 Miliyar. Tetapi paling tidak prilaku baik, bermasyarakat dan inovatif si hakin ini menjadi tanda tanya besar kok bisa terjebak dalam perbuatan yang amat memalukan dunia peradilan di negeri ini. Lalu bagaimana dengan hakim-hakim lain yang tersebar diseantero RI yang memang terdengar minor ketika menjatuhkan putusan?. (*)